My Fans

My Fans

Aku,aku,dan aku

Aku,aku,dan aku
kebiasaan buruk saya TIDUR di KELAS

Inilah AKU

Inilah AKU

Senin, 03 Januari 2011

sinopsis BUKU HARIAN NAYLA


Buku Harian Nayla
Buku Harian Nayla (BHN), merupakan miniseri spesial Natal yang sukses tayang di RCTI 2006 silam. Kini, BHN tayang lagi di MNC Entertainment (TV Kabel/Berlangganan)

Kutipan Postingan Desember 2006

Saya nggak mau penonton membanding-bandingkan saya dengan peran di cerita aslinya. Apalagi saya jadi pemeran utamanya. Makanya, saya nggak pernah mau nonton aslinya. Takutnya nanti dikira nyama-nyamain. Saya pengin dikenal sebagai Chelsea. Biarin ceritanya saja (jiplak), tapi aktingnya nggak.
Di antara keramaian di Pusat Studi Jepang Universitas Indonesia, seorang perempuan berbaju merah mendatangi pesinetron muda Glenn Alinskie (18) sambil tersenyum ramah. “Glenn, boleh minta foto bareng nggak?” pinta perempuan itu. “Boleh saja,” jawab Glenn. Selesai foto, perempuan itu bukannya langsung pergi, malah minta nomor telepon Glenn. “Maaf, saya tidak bisa kasih. Itu privasi,” kata Glenn yang tidak mau memberi nomornya. “Tapi, saya janji nggak bakal nyebarin kok,” celetuk perempuan itu. Glenn tetap pada pendirian semula, tidak memberikan. “Ya sudah nggak apa-apa,” jawab perempuanitu. Perempuan muda itu lalu bercerita, setiap Senin-Minggu pukul 21.00-22.00 WIB, selalu nonton mini mega sinetron Buku Harian Nayla (BHN – 25 Desember sudah habis masa tayangnya) di RCTI, yang salah satu pemeran utamanya, Glenn. Kata perempuan itu, tema cerita BHN menarik, beda dari sinetron lain. “Akting pemain-pemainnya bagus,” katanya, diiringi senyum simpul Glenn.
Ya, BHN memang menyuguhkan sesuatu yang beda di tengah maraknya sinetron yang ceritanya cenderung mengada-ada. Alkisah, seorang gadis bernama Nayla mengidap penyakit ataxia yang menyebabkan kemampuan fisiknya hilang, hingga akhirnya lumpuh. Di saat kondisinya kian memburuk, Nayla tetap tegar menjalani hidup serta tetap menggunakan waktunya untuk mengukir prestasi. Beruntung, Nayla memiliki keluarga yang sangat perhatian serta seorang cowok bernama Moses (Glenn) yang jatuh cinta berat. Sadar hidupnya tak lama lagi, Nayla memutuskan hubungan dengan Moses. Nayla sedih, tapi pasrah terhadap jalan hidup sampai akhirnya meninggal. Hmmm, secara garis besar, cerita BHN mirip serial One Litter of Tears (Ichi Ritoru No Namida) yang disebut-sebut sebagai serial terbaik di Jepang tahun lalu. Well, jiplak-menjiplak di negeri ini seperti sudah biasa.
Menurut Direktur Program RCTI, Harsiwi Achmad alias Siwi yang dihubungi lewat telepon Rabu (27/12) lalu, perolehan rating BHN sejak awal tayang 11 Desember lalu cukup bagus, rata-rata 6,8 dengan share 23,8 persen. “Tertinggi episode Selasa (19/12) lalu, rating 7,6 dengan share 25,5. Saya belum tahu episode terakhir. Bisa lebih tinggi lagi,” kata Siwi semangat. Saking tingginya antusiasme penonton, rencananya, Sabtu, 30 Desember ini, RCTI akan kembali menayangkan empat episode terakhir BHN mulai pukul 08.00-11.30 WIB. Siwi mengaku takjub dengan banyaknya SMS yang masuk ke RCTI. “Sampai 4000. Itu rekor tersendiri bagi serial pendek seperti Buku Harian Nayla,” lanjutnya sembari menambahkan, dalam waktu dekat akan menayangkan cerita sinetron seperti BHN.
Bagi dua pemain utamanya, Chelsea Olivia Wijaya (14) dan Glenn, bermain di BHN suatu pengalaman berharga. Ditemui di lokasi syuting Pangeran Penggoda, Rabu (27/12) lalu, Chelsea mengaku cukup puas dengan aktingnya yang dinilai banyak orang sangat natural serta benar-benar menjiwai tokoh Nayla. “Baru beberapa hari tayang, saya sudah dipanggil Nayla sama orang-orang,” kata Chelsea dengan wajah sumringah. Begitu disodorkan skenario BHN oleh SinemArt, Chelsea sudah tahu yang harus dilakukan. “Jujur saja, saya belum total 100 persen aktingnya. Wajarlah, itu kan tayangnya striping. Tapi kalau dibilang sudah cukup puas, ya saya puas,” imbuh Chelsea, yang tidak melakukan observasi langsung lebih dulu terhadap pasien penyakit ataxia.
“Tapi jadi sebelum syuting, kami diskusi dengan perawat di rumah sakit tempat syuting di kawasan Cengkareng. Kami nggak bisa mengira-ngira akibat yang bisa ditimbulkan ataxia. Makanya,saya dikasih tahu dulu sebelumnya, ataxia itu apa, karena saya belum pernah tahu sama sekali,” cerita Chelsea yang sudah membintangi sejumlah judul sinetron, Tuhan Ada Dimana-mana, Kodrat, Cincin, Pangeran Penggoda, dan Penyihir Cinta. “Setidaknya akting saya harus benar biar tidak disalahkan para penderita ataxia,” imbuhnya. Totalitas akting Chelsea memang sudah tak diragukan lagi. Saatpemotretan untuk cover ini, Chelsea dengan mudah mengeluarkan air mata, hanya dalam hitungan detik. Tak heran, akting Chelsea di BHN mengundang decak. Terlebih lagi, ia harus jatuh bangun lantaran ketidakseimbangan metabolisme tubuh peran yang dimainkan. “Sedikit sakitlah, sampai biru-biru (sedikit lebam). Makanya, Bang Maruli (Ara — sutradara BHN) sering ngingetin agar tidak terlalu total, karena bisa membahayakan diri sendiri. Tapi kadang saya suka lose control, sudah kebawa peran dan emosi. Kalau jatuh tidak boleh pegangan, harus benar-benar jatuh,” jelas cewek yang mengagumi penyanyi sekaligus pesinetron Agnes Monica ini panjang lebar.
Sebagai lawan main, Glenn merasa miris sekaligus bangga melihat Chelsea berakting seperti itu. “Makanya, saya banyak belajar akting sama dia,” ceplos Glenn yang mengakui aktingnya di BHN sudah cukup matang ketimbang di dua sinetron sebelumnya, Pangeran Penggoda dan Intan. “Tapi itu gara-gara perannya juga sih,” sambungnya. Sebagai pendatang baru, akting Glenn memang sudah bisa menyedot perhatian penonton sinetron Indonesia, walau masih banyak kekurangan, terutama soal bahasa. Maklum, Glenn lama di Singapura bersama orangtuanya, dan baru setahun ini tinggal di Indonesia. “Yang terberat, dialog. Di situ banyak dialog bahasa Indonesia yang kurang familiar buat saya,” ucap Glenn. Satu alasan Glenn mau mengambil peran sebagai Moses, tema cerita yang menarik. Menurut bungsu dari tiga bersaudara pasangan Richard Alinskie-Linda Alinskie,BHN bisa menginspirasi orang-orang sakit untuk menemukan kembali semangat hidupnya yang sirna. “Itu benar-benar berguna banget,” kata Glenn. Ditambahkan Chelsea, sukses BHN tidak terlepas dari kerja sama yang kompak antara kru, sutradara, produser, dan pemain.
Chelsea tidak terlalu peduli dengan sebutan ratu sinetron jiplakan yang mulai melekat padanya. Kata Chelsea, yang akan berangkat ke Bali, Sabtu (30/12) ini, ketika mendapat peran ia berusaha bermain sebaik mungki. “Saya tidak pernah mau tahu sinetron saya jiplakan atau bukan. Buat saya yang terpenting berakting bagus, mau jiplakan atau bukan,” aku Chelsea yang tengah menjalin kasih dengan pesinetron muda Ricky Harun, putra model kondang era 80-an, Donna Harun. Di lokasi syuting, Chelsea kerap terlibat diskusi dengan Glenn agar adegan yang dihasilkan bagus. Sayang, BHN sudah habis masa tayangnya. Soalnya, bila diperpanjang sampai puluhan episode, ceritanya akan tidak karuan.

Buku Harian Nayla : Glenn Alinskie - Chelsea Olivia

Chelsea Olivia Wijaya: Teknik Jatuh Biar Tak Memar

(Akting gadis belia yang berulang tahun saban 29 Juli ini di mini seri Buku Harian Nayla mampu menguras air mata penonton).
buku Harian Nayla memang mendapat respon bagus dari penonton. Baru beberapa hari tayang saja, saya sudah dipanggil Nayla. Buat saya, menyandang nama peran itu susah. Saya sendiri cukup puas dengan hasilnya karena main dengan sepenuh hati. Banyak yang bilang, tema ceritanya bagus. Saya sih nggak mikirin yang lain. Yang penting, saya benar-benar puas.
Pas baca skenarionya, saya sudah tahu yang harus dilakukan karena tokoh yang saya perankan tidak sembarangan. Ada tahapannya. Mulai pertama merasakan sakit, sedih. Ya, cukup sulit dan ribet juga. Tapi saya puas, walau belum total 100 persen. Kami nggak bisa buat BHN seperfek mungkin. Sejujurnya, saya sebelumnya sama sekali tidak tahu penyakit itu. Sebelum syuting, kami diskusi dengan perawat di rumah sakit tempat kami syuting di kawasan Cengkareng. Kebetulan ada penderita ataxia di sana. Saya dikasih tahu ataxia itu apa, akibatnya, tahapannya, cara ngomongnya. Saya sendiri belum pernah melihat langsung penderitanya. Kata perawatnya, dia kontrol ke rumah sakit itu selalu pagi hari.
Memerankan Nayla, nggak bisa sembarangan. Bisa-bisa saya disalahin para penderita ataxia (tersenyum simpul). Soal adegan setiap saat jatuh, itu sih nggak benaran. Ada tekniknya. Kadang ada matrasnya. Tapi karena suka lepas kontrol, kebawa peran dan emosi, sering lupa. Ya, sakit-sakit sedikit deh. Biru-biru. Padahal, Bang Maruli sudah ngingetin. Penderita ataxia itu kalau jatuh nggak boleh pegangan. Harus benar-benar jatuh. Wajar, take berulangkali. Saya senang dengan banyaknya respons penonton. Apalagi buat saya, itu karakter yang cukup susah. Tidak semua orang bisa (main). Saya merasa tidak sia-sia.
Buat saya, rating atau cerita sinetron bagus atau tidak, tidak terlalu mempengaruhi akting. Sebenarnyasihrating bagus bisa tambah semangat. Saya harus total karena ini profesi yang harus dipertanggungjawabkan. Soal chemistry dengan Glenn, sama dengan pemain lain. Menang nggak gampang. Harus sedekat mungkin dengan lawan main agar mainnya enak, nggak malu-malu lagi. Sejauh ini, kami saling memberi masukan. Saya akui, soal bahasa Glenn memang masih agak susah. Harus take berulang-ulang. Itu wajar dan manusiawi sekali. Selain belum lama tinggal di Indonesia, juga baru banget di dunia hiburan. Kami saling membantu.

Chelsea Olivia Wijaya

Saya Juga Sebal Dibilang Ratu Sinetron Jiplakan

Memang sih saya banyak dengar saya dijuluki ratunya sinetron jiplakan. Jujur, saya nggak tahu sejak awal sinetron yang saya mainkan jiplakan. Sebagai warga negara Indonesia, siapa sih yang mau main jiplakkannya orang? Kita ‘kan kepengin rating bagus karena hasil karya sendiri. Tapi ‘kan saya pemain. Setelah membaca skenario, ceritanya bagus dan benar-benar kuat, ya saya ambil. Saya sih profesional saja. Terserah orang mau bilang saya ini itu. Sebagai pemain, saya hanya menjalankan tuntutan peran yang diminta sutradara.
Saya bukan hanya main sinetron jiplakan saja. Kalau ada yang tidak jiplakan, pasti saya ambil juga. Saya juga nggak mau main sinetron jiplakan terus. Menurut saya, ini ketidaksengajaan saya banyak main di sinetron jiplakan. Mudah-mudahan, next-nya nggak begini lagi. Tapi saya kan juga nggak tahu itu jiplakan. Lagipula saya juga nggak tahu cerita yang disodorkan jiplakan. Saya tahunya setelah baca kritikan.
Sebenarnya sedih juga sih dikatain kayak gitu (ratu sinetron jiplakan). Tapi mau gimana lagi? Saya ‘kan sebagai pemain, harus total. Tanggung jawab saya sebagai pemain sangat besar. Misalnya, saat main di Pangeran Penggoda, saya mencoba untuk nggak sama dengan peran aslinya (serial Devile Besides You). Menurut saya, jiplakannya tidak palsu, ada izinnya. Kata Pak Leo (produser), jiplakan Pangeran Penggoda dan Penyihir Cinta, resmi. Sedang Buku Harian Nayla, saya nggak tahu. Saya nggak mau penonton membanding-bandingkan saya dengan peran di cerita aslinya. Apalagi saya jadi pemeran utamanya. Makanya, saya nggak pernah mau nonton aslinya. Takutnya nanti dikira nyama-nyamain. Saya pengin dikenal sebagai Chelsea. Biarin ceritanya saja (jiplak), tapi aktingnya nggak.
Banyak kritikan di media terhadap saya, padahal banyak pemain yang juga main sinetron jiplakan. Tapi saya yang selalu dilihat karena pemeran utamanya. Makanya, kalau sinetron itu jelek, pasti berpengaruh juga sama nama saya. Saya jarang nonton teve, apalagi serial di Taiwan, Korea, dan Jepang. Pernah sekali nonton Meteor Garden karena ceritanya bagus.

Glenn Alinskie

Glenn Alinskie: Saya Sudah Menjadi Bintang?

(Walaupun terbilang pendatang baru di dunia hiburan, akting cowokblasteran Thailand, Tibet, China, dan Indonesia ini, berhasil menyedot perhatian penonton sinetron).
saya cukup puas dengan Buku Harian Nayla. Buat saya, (akting) itu sudah cukup matang ketimbang sinetron saya lainnya. Di BHN, peran saya pendiam, cool, tidak ada kesulitan memainkan peran itu. Cuma, kendala saya masih soal bahasa. Di sini (BHN), banyak dialog bahasa Indonesia yang nggak saya ngerti. Tapi, saya banyak latihan supaya lebih lancar.
Banyak kesan main sinetron ini. Buat saya, BHN bisa menginspirasiorang yang sudah nggak punya semangat hidup lagi. Sampai sekarang saya belum pernah menemui penderita ataxia. Tapi, yang lain sudah pernah, seperti kanker atau leukimia. Sedih juga sih. Teman saya ada yang kena kanker. Saya salut banget. Maka itu, saya tidak pernah menjauhi orang yang menderita penyakit seperti itu.
Syuting bersama Chelsea, saya tetap profesional. Misalnya, peran saya harus sama dia atau sama siapa saja, chemistry harus dicari biar aktingnya total. Kalau nggak, jadinya aneh. Syuting memang capek, tapi kalau hasilnya bagus, kami juga bahagia. Peran di BHN beda dengan Intan dan Pangeran Penggoda. Di lokasi syuting, saya banyak belajar dari pemain-pemain senior, termasuk Chelsea. Saya masih banyak kekurangan. Soal rating bagus atau nggak, saya tetap berusaha berakting total. Menurut saya, rating cuma pemacu semangat kami sebagai pemain.
Banyak yang bilang saya sudah menjadi bintang. Not really. Saya kan masih baru, belum ada apa-apa. Masih banyak yang belum saya bisa. Dalam semua hal, akting, dialog, dan sebagainya. Untuk disebut bintang belum cocok deh, hehehe. Buat saya episode yang menarik itu, episode 15. Itu paling dahsyat! Di situ semua dapat feeling-nya, jadi bisa lebih menarik. Cuma saya nggak nonton karena syuting. Saat syuting melihat akting Chelsea, saya sering merasa sedih, berkaca-kaca. Ya, saya bayangin saja itu terjadi sama keluarga atau kita sendiri. Di Singapura, keluarga saya juga nonton. Mereka suka sih. Tapi, nggak ada komentar apa-apa. Mereka selalu mendorong saya supaya tampil lebih bagus lagi. Di tahun 2007 nanti, saya tidak punya resolusi apa-apa. Yang penting, enjoy aja dulu. Sekarang, saya lagi syuting sinetron baru lagi, Baby Doll yang karakter perannya nggak jauh beda dengan peran-peran sebelumnya. Buat saya, itu anugerah. Saya sih nggak mau ngoyo. Tapi kalau ditawarkan peran bagus, kenapa nggak diambil? BHN berkesan sekali buat saya. Dengan episode yang sedikit, tapi disukai penonton. Apalagi syutingnya setiap hari.
One Liter of Tears, Kisah Hidup Aya yang Mengundang Derai Air Mata
Serial One Liter of Tears, dalam bahasa Jepang disebut Ichi Ritoru No Namida disebut-sebut sebagai serial terbaik tahun 2005. Kisah sedihnya yang menguras air mata mendapat apresiasi tinggi masyarakat Jepang, juga di negara-negara Asia lain. Bahkan di Indonesia dibuat versi sinetronnya, Buku Harian Nayla yang baru saja usai tayang.
Sesuai dengan judulnya, dorama Jepang ini mengisahkan perjuangan hidup seorang gadis bernama Ikeuchi Aya yang kisah hidupnya mengundang derai air mata. Di usia 15 tahun, Aya divonis mengidap penyakit Spinocerebellar Degeneration. Penyakit yang menyerang fungsi syaraf keseimbangan, hingga ia sulit untuk mengontrol keseimbangan dan gerak tubuhnya. Aya (diperankan oleh Sawajiri Erika) anak sulung dari empat bersaudara. Ia tinggal bersama ibunya, Shioka, ayahnya, Mizuo, serta seorang adik laki-laki bernama Hiroki, dan dua adik perempuannya, Ako dan Rika. Ayahnya pemilik sebuah toko tahu, sedangkan ibunya seorang ahli gizi. Kisahnya dimulai sebelum Aya mengetahui mengidap penyakit yang belum ada obatnya itu.
Suatu hari, Aya pergi mengikuti tes masuk salah satu SMU favorit. Saat berangkat dari rumah, ia pergi dengan penuh semangat. Tapi, tiba-tiba ia tertidur di dalam bis hingga sekolah yang ditujunya terlewat. Waktu ujian sudah hampir tiba saat Aya turun dari bis dan berlari menuju sekolahnya. Saat itu ia terjatuh hingga lututnya terluka. Di saat yang sama, ia bertemu Haruto yang juga akan mengikuti tes di SMU yang sama. Haruto sebenarnya ingin menghindar untuk mengikuti tes itu. Melihat Aya terluka, terpaksa ia memberi tumpangan sepeda dan mengantarnya sampai sekolah. Walau terlambat, Aya dan Haruto diperbolehkan mengikuti tes.
Aya dan Haruto berhasil lulus dan masuk di SMU yang sama. Aya menjadi siswi yang aktif dalam klub basket, sedangkan Hiruto siswa yang pendiam dan tertutup. Di klub basket, Aya bertemu pria yang disukainya. Pria yang juga menjadi anggota tim basket putra itu pun menyimpan perasaan yang sama padanya. Saat itu, Aya sangat menikmati hidupnya. Ia menjadi ketua kelas. Di tim basket pun ia menjadi pemain utama. Hubungan dengan pria yang disukainya pun berjalan mulus. Kehidupan Aya mulai berubah ketika menyadari ada yang aneh dalam dirinya. Ia tak bisa memegang sumpit dengan benar, hingga seringkali makanan yang dipegangnya jatuh, tak bisa menuangkan air ke gelas, tak bisa melihat jarak benda yang ada di depannya, dan sangat sering terjatuh saat berjalan. Mulanya ia mengira itu hanyalah kecerobohannya saja. Ibunya yang pertama kali menyadari ada keganjilan dalam tubuh puterinya. Kecurigaan Shioka bermula saat melihat Aya tak menutupi wajahnya saat jatuh ke depan. Suatu hari, Aya terjatuh hingga mengalami luka di bagian wajahnya. Manusia normal pasti akan reflek menutupi wajahnya saat jatuh tersungkur, batin Shioka. Shioka lalu membawa Aya ke rumah sakit untuk memeriksakan keadaan puterinya. Kecurigaannya terbukti. Dokter memvonis Aya mengidap penyakit Spinocerebellar Degeneration, dan hidupnya dipastikan tak akan bertahan lama. Sejak saat itulah kehidupan Aya berubah menjadi tragedi.
Bukan hanya mengumbar kisah sedih yang membuat kita mengucurkan satu liter air mata. Kisah ini dianggap sangat menyentuh dan menjadi sangat berarti bagi banyak orang. Yang membuat serial ini istimewa, kisah sedih Aya dalam menjalani sisa waktu hidupnya ini diangkat dari kisah nyata. Kito Aya, seorang gadis Jepang berusia 15 tahun mengidap penyakit Spinocerebellar Degeneration. Selama sisa hidupnya, ia menuangkan semua perasaan dan kejadian yang dialami dalam sebuah buku harian, hingga tangannya tak bisa lagi memegang dan menggerakkan alat tulis. Harapannya sederhana, ia ingin mengingat masa-masa terakhir dalam hidupnya dan untuk selalu mengingatkan dirinya agar tak menyerah dalam menjalani hidup. Semangatnya untuk hidup didorong oleh perhatian yang sangat besar dari keluarga, sahabat, juga kekasihnya. Aya bertahan selama 10 tahun melawan penyaktinya, dan melewati hari-harinya dengan menulis buku harian. Di usia 25 tahun, Aya mengembuskan nafas yang terakhir. Beberapa tahun lalu, buku harian Aya diterbitkan dalam bentuk novel. Tak disangka, kisah hidup Aya yang tragis menarik simpati dan menjadi inspirasi bagi banyak orang di Jepang. Hingga saat ini, buku harian yang berjudul “One Liter of Tears” ini telah terjual sebanyak 18 juta kopi.
Melihat apresiasi masyarakat yang begitu besar terhadap kisah Aya, seorang produser di Jepang pun kemudian meminta izin untuk membuat kisah Aya dalam bentuk dorama. Sama seperti novelnya, dorama yang dimainkan Sawajiri Erika, Nishikido Ryou, Narumi Riko, Yakushimaru Hiroko, Jinnai Takanori, serta Fujiki Naohito ini sangat dicintai masyarakat Jepang. Penonton dan pembaca mengaku bahwa kisah hidup Aya dapat dijadikan contoh dan inspirasi. “Kita harus selalu semangat dalam menjalani kehidupan, bahkan meski hidup yang kita miliki hanya tinggal sebentar lagi.” ujar salah satu penonton. Mengisi hidup dengan penuh makna, itu yang terpenting. Sawajiri Erika, pemeran tokoh Aya sendiri mengaku kalau sangat tersentuh dengan peran yang dibawakan. “Air mata saya selalu terjatuh di hampir setiap episode. Saya selalu menanyakan pada diri saya, bagaimana kalau saya Aya?” Baginya, dorama ini yang terbaik selama tahun 2005. Bukan lantaran ia yang menjadi bintangnya, tapi ceritanya yang begitu menyentuh hati membuat semua orang pasti menitikkan air mata saat melihatnya. Apalagi pesan yang dituliskan oleh Aya dalam buku hariannya begitu berkesan di hatipara pembaca, “Bisa menikmati hidup adalah hal yang indah dan luar biasa.”

Buku Harian Nayla : Chelsea Olivia Wijaya

Sinopsis Buku Harian Nayla

Things were looking perfect for Nayla. She seemed to have everything. She was smart, a star in the basketball court, religious, and friendly. But underneath all that Nayla was suffering from a rare disease that could cause her to lose control over her motoric ability, which in the end would cause total paralysis.
Dr. Fritz, the doctor who took care of her suggested that she kept a diary to monitor the development of her condition. As times went by, Nayla’s physical condition continued to worsen. Nayla however, was determined to graduate. While her friends were busy thinking about college plans, Nayla could only pour her sadness and feelings into her diary.
But her hand’s motoric ability started to go downhill, this made it even harder for her to write. Moses, her close friend, decided to go to medical school with hope that one day he would be able to cure Nayla. Despite all that she had been through, Nayla stayed strong. She sent her writings to several magazines. A lot of people’s spirit were lifted after reading her stories. Despite her physical disability, Nayla managed to be an inspiration to many.
Semua tampak sempurna untuk Nayla, dia ceria, rajin, pintar, dan jago basket dan taat pula beribadah. Disekolah pun dia bisa menjadi ketua kelas dan bertemu dengan cowok yang baik dan ganteng pula. Tapi dibalik kesempurnaan itu sebenarnya Nayla menderita penyakit yang sangat berat karena dia bisa kehilangan kemampuan fisiknya hingga akhirnya lumpuh. Nayla tidak mengetahui hal ini.
Dr Fritz yang memeriksa dan merawat Nayla memintanya membuat buku harian (sebenarnya agar ia bisa memantau perkembangan kesehatan Nayla). Beberapa hari kemudian, Martha menemui dr Fritz untuk mengambil Hasil pemeriksaan Nayla. Martha kaget mengetahui penyakit yang diderita Nayla. Nayla yang tak tahu apa-apa, tetap menjalani hidupnya seperti biasa. Hingga Nayla bertemu pasien yang telah lama menderita sakit, dan mengalami gejala-gejala yang mirip dengan yang dialaminya.
Nayla bertanya pada Dr Fritz. Namun Dr Fritz merasa tak berhak memberitahu Nayla. Kondisi Nayla semakin memburuk. Martha terpaksa memberi tahu Nayla tentang penyakitnya. Nayla tidak terkejut, karena sudah lama menduga akan kenyataan itu. Nayla kini duduk di kursi roda. Beruntung Nayla memiliki teman-teman yang setia. Selain itu, Moses yang jatuh cinta pada Nayla, juga selalu menemani Nayla. Namun banyak juga siswa yang merasa terganggu dengan keadaan Nayla.
Waktu berlalu dengan cepat. Nayla berhasil lulus sekolah. Semua teman Nayla sibuk memikirkan kuliah. Nayla sedih, hal yang bisa menghiburnya hanya menulis buku harian. Nayla terus menulis walau tangannya semakin lama semakin susah bergerak. Sementara itu, Moses akhirnya masuk kuliah kedokteran yang sebenarnya jauh dari minat awalnya. Dengan satu alasan, dia ingin menyembuhkan Nayla.
Namun Nayla justru sadar bahwa kehadirannya yang tinggal sebentar lagi hanya akan menyakiti Moses. Nayla lalu memutuskan hubungannya dengan Moses. Tapi secara diam-diam, Moses terus mengamati Nayla. Penyakit Nayla berkembang semakin parah, jauh melampaui prediksi Dr. Fritz. Beberapa kali Nayla hampir meninggal hanya karena tersedak dan kesulitan bernapas. Namun Nayla tetap tegar dan tidak berhenti berdoa, dia tetap menggunakan waktunya untuk mengukir prestasi. Nayla mengirimkan tulisannya ke majalah-majalah. Banyak orang yang bersimpati pada keadaan Nayla.
Suatu hari, di malam Natal, Moses datang membawa surat dari pembaca Nayla. Saat itu Nayla sudah benar-benar lelah berperang dengan penyakitnya. Ternyata banyak pembaca yang menjadi lebih tegar menghadapi hidupnya setelah membaca tulisan Nayla. Itu menjadi bukti bahwa sekalipun sudah tak berdaya secara fisik, Nayla tetap berguna dan menjadi penolong bagi orang lain, sesuai keinginan terbesarnya. Nayla tersenyum bahagia. Tak ada lagi yang perlu dia cari di dunia ini…

1 komentar:

  1. sungguh menyedihkan namun ada pnglaman dan amanat yng dismpaikan dri crita trsebut ..kangen film itu ditayangkan lg donk di tv....

    BalasHapus